PENGAWETAN BAHAN PANGAN/X MMA/KLMPK.5
Factor-faktor
yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
·
Pengemasan
Pengemasan
merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan
makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan
perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai
jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis
teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam
keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan
pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis
generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat
penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus
dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun
pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
·
Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan
makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin
saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan
terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua
mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis
memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air,
kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
·
Penggunaan bahan kimia
Bahan
pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari
serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan
pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu
jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin
telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara
fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta
hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning,
kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah –
buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C
) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida )
dengan ketebalan 0,001 mm.
·
Pemanasan
penggunaan
panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada
bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta
daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun
rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima
panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin
tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada
proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama
penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan
untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar
mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan
penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan
pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi,
pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
·
Teknik fermentasi
.fermentasi
bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat
bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi
akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri
laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan
hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur,
maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus
acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam
laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman.
Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya
B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu
sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi
kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan
mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified
atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan
demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan
terhambat.
Di
beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat
telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling
terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama
pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam
atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara
fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang
digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas
penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
·
Teknik Iradiasi
Iradiasi
adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti
pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan
untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan
menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi
untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis
iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah
radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi
sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang
dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh b,aradiasi
pengion adalah radiasi partikel dan gelombang elektromagnetik Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyakg digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua
jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan
137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari
partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini
memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut
Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke
dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.
Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh
hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari
dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai.
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak
dapat diterima konsumen
Keamanan
pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan
bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan
pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik
sebagai akibat dari proses iradiasi.